[Snack-Id]: Dalam sebuah artikel di Koran Tempo terbitan 26 Oktober 2014, seorang Barista dan pecinta kopi yang menjadi narasumber pada tulisan tersebut melarang orang untuk tidak mengonsumsi kopi yang dijual per sachet.
"Jangan minum kopi sachet" begitu judulnya. Artikel yang provokatif itu lahir dari kesimpulan atas pengalaman narasumber tersebut dalam soal kopi. Para penikmat kopi tidak akan mendapatkan sensasi minum kopi yang sebenarnya dari sebuah kopi dalam sachet. Pasalnya proses yang dilalui sebuah produk kopi sampai dikemas akan menurunkan kenikmatan kopi yang sebenarnya.
Hal lain menurutnya, kopi sachet tidak dibuat dengan kualitas kopi terbaik (grade-1), bahkan diduga telah tercampur dengan bahan lain, jagung, misalnya. "Minuman yang menyenangkan, tapi bukan kopi" kesimpulannya mengenai kopi sachet yang ditemuinya di pasaran.
Indonesia mempunyai banyak jenis kopi spesial (specialty coffee) berkualitas tinggi dan diakui kenikmatannya di dunia. Banyak kafe-kafe di luar negeri yang mengambil nama jenis kopi asal Indonesia tersebut. Tapi ironisnya, kebaikan-kebaikan serta kenikmatan tersebut tidak dinikmati sebagian besar masyarakat bangsa ini.
Kopi terbaik Indonesia dikirim dan dijual ke luar negeri, sementara orang Indonesia minum kopi sachet. Setidaknya itu adalah kesimpulan lain dari banyak pecinta kopi di Tanah Air yang prihatin akan keadaan tersebut.
Begitu miringnya-kah pandangan para penikmat kopi dengan kopi sachet? Apakah dugaan pecinta kopi yang mengatakan bahwa kopi sachet itu adalah kopi yang tidak dibuat dengan kopi asli, itu benar adanya?
Lalu, berapa sebenarnya nilai sebuah kopi dengan kualitas terbaik (grade-1) jika dikemas dengan sachet, yang praktis namun tetap bisa memuaskan para penikmat kopi, yang komunitasnya saat ini mulai marak di Indonesia? Apakah dengan harga pasar rata-rata Rp1.000 per sachet, kopi dalam kemasan sachet yang di jual di masyarakat adalah kopi kualitas terbaik, yang juga diekspor ke luar negeri?
Untuk itu mari kita melakukan perhitungan kecil-kecilan. Masuklah ke supermarket dan temukan merek kopi dengan kualitas kopi grade-1. Saya mengambil satu merek kopi jenis Robusta asal Lampung seberat 100 gram. Pertimbangan saya mengambil jenis kopi Robusta adalah karena jenis kopi itu adalah yang paling banyak ditaman di Tanah Air, dan harganya lebih murah ketimbang jenis Arabica.
Kopi seberat 100 gram itu dibandrol dengan harga Rp24.490, yang artinya setiap gram-nya seharga Rp245. Nah, untuk membuat satu cangkir kopi nikmat, menurut aturan, setidaknya menggunakan 10 gram bubuk kopi. Maka, satu sachet kopi grade-1 setidaknya dijual dengan harga sekitar Rp2.500. Itu pun belum menghitung ongkos ini-itu.
Kopi sachet yang beredar saat ini di pasaran harganya sekitar Rp1.000, Itu pun produsen, distributor dan penjual sudah mengambil margin keuntungan. Dengan kata lain, nilainya tidak mencukupi untuk satu sachet kopi yang punya kualitas baik.
Lalu, apakah produsen kopi yang memproduksi kopi sachet itu sebenarnya menggunakan kopi kualitas baik, tetapi mereka mempunyai formula untuk mensiasati agar kopi yang mereka hasilkan tetap terjangkau di pasaran?
Bagaimanapun, rasa memang tidak bisa bohong. Agaknya kopi sachet memang belum bisa dikatakan sebagai kopi dengan kualitas yang baik. Mungkin benar apa yang dikatakan narasumber di atas mengenai kopi sachet: "Minuman yang menyenangkan, tapi bukan kopi".
Tapi bagi kebanyakan konsumen, kopi sachet yang telah lama beredar di warung-warung kopi, mungkin adalah bentuk kenikmatan yang pas buat mereka. Jangan-jangan kopi buat kebanyakan orang adalah kopi yang mereka kenal lewat kemasan sachet. Tak perlu paham apa itu jenis kopinya, atau keistimewaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar